. Pidato Natal Gus Dur: Tak Sedetik pun Saya Merasa Berbeda

Pidato Natal Gus Dur: Tak Sedetik pun Saya Merasa Berbeda


 Selasa, 28 Desember 1999
 "Saya adalah seorang yang menyakini kebenaran agama saya. Tetapi ini
   tidak menghalangi saya untuk merasa bersaudara dengan orang yang
   beragama lain di negeri ini, bahkan dengan sesama umat manusia. Sejak
   kecil itu saya rasakan, walaupun saya tinggal di lingkungan pondok
   pesantren, hidup di kalangan keluarga kiai. Tetapi tidak pernah
   sedetik pun saya merasa berbeda dengan yang lain." 


   Demikian antara lain pernyataan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus
   Dur) dalam pidatonya pada acara Perayaan Natal Bersama Tingkat
   Nasional di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Senin (27/12) malam.
  
   Acara Natal yang disiarkan secara langsung oleh seluruh televisi dan
   radio di Indonesia selama satu setengah jam itu (20.00 sampai 21.30)
   juga dihadiri Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, Ny
   Nuriyah Abdurrahman Wahid, para tokoh agama di Indonesia, para Duta
   Besar negara-negara sahabat, pimpinan lembaga tinggi/tertinggi negara,
   para menteri kabinet, serta pejabat tinggi sipil dan militer.
  
   Acara ini juga ditandai dengan penyampaian narasi Natal oleh Ketua
   Presidium Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Drs Josephus Theodorus
   Suwatan MSC dan doa Syafaat oleh Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja di
   Indonesia (PGI) Pendeta Prof Dr Sularso Sopater. Para hadirin juga
   mendengarkan sambutan dari Ketua Panitia Natal Bersama Umat Kristiani
   Tingkat Nasional Freddy Numberi (Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
   Negara/Men-PAN). Arsitektur acara merangkap sutradara kesenian Natal
   ini adalah mantan Men-PAN TB Silalahi. Ia mengatakan, "Umat Kristiani,
   Gus Dur, tidak ragu-ragu lagi, merasa bersyukur dalam sejarah republik
   ini, pidato Gus Dur terhadap umat Kristiani tidak ternilai harganya."
  
   Dalam pidato yang selalu disambut dengan tepuk sorak sekitar 10.000
   umat Kristiani yang memadati Balai Sidang Senayan itu, Gus Dur
   mengatakan pula, "Alangkah sedihnya ketika menginjak usia senja, saya
   dapati justru anak-anak saya merasa tergoda oleh kenyataan bahwa kita
   disekat-sekat oleh perbedaan-perbedaan yang sebenarnya tidak ada
   artinya. Ini yang menyedihkan. Karena proses modernisasi telah
   memisah-misahkan kita, menyatukan kita di dalam materi yang semakin
   banyak, tetapi menceraiberaikan kita dari sudut kerohaniahan kita. Ini
   tidak boleh terjadi dan tidak dibenarkan terus terjadi."
  
   "Kalaupun ada yang mencoba memisahkan kita, kita semua harus sadar
   bahwa persaudaraan yang lebih besar di antara kita memanggil kita
   bersama-sama untuk meyakini Tuhan masing-masing dengan cara
   sendiri-sendiri. Karena itu, saya tidak pernah merasa terasing dari
   saudara-saudara yang beragama lain, Hindukah, Kristenkah, Buddhakah,
   bahkan terus terang saja, sampai hari ini, saya pun masih menghadapi
   masalah berat mengenai nasib kaum Konghucu di Indonesia... Ini
   benar-benar yang menyentuh perasaan. Bahwa di negeri yang demikian
   kaya, di negeri yang demikian menghargai perbedaan, di negeri yang
   begitu banyak manifestasi kebudayaannya, justru kita mulai terjangkit
   kuman perbedaan di antara kita semua. Ini tidak boleh terjadi,"
   demikian lanjut Gus Dur.
  
   Kemudian Gus Dur menyerukan, "Dalam malam Natal inilah kita teguhkan
   kembali kepercayaan kita bahwa kita akan tetap terus sebagai bangsa
   yang sama walaupun berbeda-beda keyakinan. Keyakinan tidak boleh
   menceraiberaikan kita, karena tantangan kehidupan modern akan
   membawakan kepada kita sesuatu yang lebih dahsyat. Karena itu kita
   harus sanggup menghadapi tantangan yang dahsyat itu bersama-sama,
   bukan tercerai-berai dari satu dengan lainnya."
  
   "Karena itu, sekali lagi dalam menghadapi malam suci ini, saya ucapkan
   selamat Natal," kata Gus Dur.
  
   Gus Dur membuka pidatonya dengan ucapan assalamu 'alaikum wa
   rahmatullahi wa barakatuh. "Saya sengaja tidak mengucapkan selamat
   malam, karena kata assalamu 'alaikum berarti kedamaian atas kalian,
   mudah-mudahan kalian diberkati dengan kedamaian," ucapnya yang
   diiringi tepuk tangan.
  
   Setelah menyebut Wakil Presiden dan hadirin lainnya, Gus Dur
   mengatakan, ia merasa ikut bergembira dengan datangnya hari Natal pada
   tahun ini. "Sukacita ini bukanlah hanya monopoli Anda-anda yang
   beragama Kristen saja, tetapi adalah kegembiraan kita semua," ujarnya
   yang disambut dengan tepuk tangan lagi.
  
   Menurut Gus Dur, merayakan Natal berarti memperteguh kembali ikatan
   semua pihak sebagai bangsa Indonesia. "Kita meneguhkan kembali
   keyakinan kita bahwa, integritas teritorial kita adalah bagian yang
   mutlak dari kehidupan beragama kita," ujarnya.
  
   "Kita ikut bersedih dengan saudara-saudara kita yang saling
   bertentangan dengan menggunakan senjata. Bahkan saling berbunuhan.
   Dalam salah pengertian yang sangat besar, yang ada dalam kehidupan
   kita saat ini. Padahal sudah berabad-abad kita hidup dalam suasana
   tenang bersama-sama, menciptakan kerukunan yang menjadi sesuatu yang
   khas bagi kehidupan bangsa kita," ujar Gus Dur.
  
   Ini, kata Gus Dur, adalah sebuah kesedihan yang amat besar yang hanya
   dapat dihindarkan atau diatasi oleh komitmen yang lebih besar. "Yaitu
   komitmen kepada diri kita sebagai manusia dan kemanusiaan itulah yang
   mengajarkan kepada kita bahwa kita adalah anak dari sebuah bangsa,
   bersama-sama menciptakan kehidupan di muka Bumi dalam lingkup negara
   kita. Sebuah negara Pancasila, artinya bukan negara agama," jelas Gus
   Dur.
  
   Karena itu, lanjut Gus Dur, malam ini, sebagaimana juga halnya, malam
   hari raya Idul Fitri yang akan datang beberapa waktu lagi, adalah
   peneguhan kembali hidup kita sebagai anak bangsa, sebagai orang
   Indonesia yang ingin tetap utuh wilayahnya dalam kehidupan bersama.
   "Karena itu kita memohon kepada Tuhan kita semua, kepada Tuhan yang
   kita yakini, dengan cara masing-masing-masing, mudah-mudahan kita
   tetap diberi kekuatan untuk menjadi bangsa yang satu, tetap diberi
   kemampuan untuk memelihara persaudaraan yang sangat besar ini," kata
   Gus Dur.
  
   Lalu Gus Dur memberi contoh dari petuah tokoh Nahdlatul Ulama almarhum
   KH Achmad Sidiq yang mengatakan, orang Islam terikat pada persaudaraan
   sesama Muslim, persaudaraan sesama bangsa Indonesia, dan persaudaraan
   sesama manusia. "Ketiga-tiga persaudaraan ini, kesediaan persaudaraan
   seagama, persaudaraan sesama bangsa dan persaudaraan sesama umat
   manusia, menghidupi kita semua dalam kehidupan bersama di negeri ini,"
   ujarnya, yang disambut tepuk sorak hadirin.
  
   Acara Natal bersama umat Kristiani ini juga diwarnai dengan pemunculan
   koor dari Universitas Sam Ratulangi dari Manado yang membawakan lagu
   Kita Samua Basaudara. Juga digelar koor dan tari yang dipimpin dan
   disutradarai oleh Musafakdawer dari Irian Jaya. (osd) 

Tidak ada komentar:

.

.
.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...