. Fakta! Ahok Dan Habib Rizieq Itu Kata-katanya Sama Kasar dan Kotor, Bagus Mana?

Fakta! Ahok Dan Habib Rizieq Itu Kata-katanya Sama Kasar dan Kotor, Bagus Mana?

Ahok dan Habib Rizieq itu warga Indonesia asli lho, walaupun keduanya keturunan Arab dan China. Setiap warga Indonesia, baik keturunan China, Arab, India, harus ber Tuhan kepada Yang Maha Esa, sebagaimana sila pertama. Hakekat ber Tuhan (tauhid) itu bukan sekedar percaya  Tuhan Yang Maha Esa, tetapi bagimana merasakan kehadiran Tuhan pada setiap langkahnya.

Jika seseorang merasa bahwa setiap saat Allah SWT melihatnya. Dia tidak akan melakukan perbuatan kasar, kotor dan tercela serta perbuatan maksiat kepada Allah SWT. Juga, tidak akan memaki-maki temanya, karena semua itu termasuk perbuatan dosa dan menodahi kesucian Al-Quran. Menodahi Al-Quran itu bukan saja melecehkannya secara fisik, tetapi menggunakan ayat-ayat tertentu untuk kepentingan kelompok, politik, dan kepentingan pribadi.
Lihat saja, tidak satupun ayat Al-Quran, maupun hadis Rosulullah SAW yang membolehkan “mengumpat, mencaci maki, misuh-misuh”. Dalam bahasa Al-Quran dikatakan “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqon (25: 63).
Di dalam tafsir Al-Jalalain  juga diterangkan bahwa yang dimaksud dengan hamba-hamba (Ibadulrahan) itu memiliki sifat mulia yaitu tawadu’ (rendah hati), santun dan tidak garang (sombong), yaitu berjalan dan bercakap dengan orang yang belum mengerti (orang bodoh), selalu santun dan ramah dan tidak menyakitkan (tidak menimbukan dosa atau maksiat). Dengan demikian, mestinya warga Indonesia itu selalu mengedepankan sifat-sifat mulia yang terkandung di dalam QS Al-Furqon (25:63).
Saat ini terjadi permusuhan  hebat antara Imam Besar FPI yaitu Habib Rizieq dan calon Gubernur DKI Jakarta Ahok. Selamanya, keduanya tidak akan bisa ketemu, walaupun keduanya itu warga negara Indonesia lho. Sebagai warga Negara Indonesia, mestinya keduanya bisa bekerja sama untuk memajukan kota Jakarta, memakmurkan rakyatnya, dan menerapkan keadilan seadil-adilnya. Tetapi, karena masing-masing memiliki keyakinan dan agama berbeda, maka keduanya emoh bertatap muka, walaupun hanya sekedar menyapa “helo”. Wong dengan Ratna Sarumpet saja bisa bersama.
Agama Islam itu tidak membolehkan pengikutnya saling membenci, mencaci maki, menfitnah, memprofokasi apalagi saling bermusuhan. Justru, umat islam itu harus menjadi teladan yang baik bagi semua pemeluk agama dan keyakinan di bumi ini, khususnya Nusantara. Kebencian itu akan melahirkan kedengkian dan pemusuhan. Sebabliknya, cinta akan membuat semua menjadi indah, walaupun realitanya tidak indah sama sekali.
Nah, Negara Kesatuan Republik Indonesia saat sedang menghadapi ujian berat. Di mana tokoh agama dan politik semua terdiam seribu bahasa, akibat pilkada DKI Jakarta. Akibat politik, semua menjadi rumit. NU dan Muhammadiyah serta MUI, dan Majlis Rosulullah pimpinan Habib Umar Al-Khafida sudah menyatakan tidak akan ikut serta dalam demontrasi, dan juga melarang atributnya digunakan. Tetapi, tidak melarang warganya ikut serta dalam demo. Dengan catatan, tetap santun dan bermartabat.
 Semoga tanggal 04 Noverber 2016, Allah SWT memberikan jalan keluar terbaik bagi bangsa Indonesia. Ada sebuah guyonan politik yang menarik dan mengelitik “apa sih bedanya antara pilkada dan pil KB”. Ada yang menjawab “pilkada itu, kalau jadi lupa, sementara pil KB, kalu lupa pasti jadi”. Gara-gara Pilkada, semua urusan kecil menjadi besar. Padahal, siapapun yang jadi, biasanya lupa dengan pemilihnya.
Siapapun yang mendukung, mengusung Ahok, kelak kalau Ahok sudah menjadi Gubernur, biasanya akan dilupakan oleh Ahok. Begitu juga dengan calon yang lainnya. Jadi, sangat tepat pernyataan Kyai Kharismatik Mbah Maemun Zubaer “jika tidak suka Ahok, jangan dipilih”.
Dalam sebuah surve, masyarakat Jakarta itu masih banyak yang demen Ahok, bukan karena Ahok itu China, tetapi karena  “kenerjanya”. Jadi, walaupun Habib Rizieq maju dan mencalonkan diri dan berhadap hadapan dengan Ahok, bisa dipastikan kalah. Sekali lagi, dalam dunia politik tidak ada teman sejati dan tidak ada musuh abadi. Semua bisa berubah karena kekuasaan.
Ahok itu kasar, tetapi kerjanya bagus. Dalam dunia pendidikan anak, sangat tidak pantas ketika kata-kata yang keluar dari mulut Ahok, seperti; kurang ajar, Anjing. Bagi seorang pemimpin, tidak proyogi mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor seperti itu. Indonesia Negara yang beradab, sebagaimana bunyi sila kedua. Mestinya sebagai warga Negara Indonesia, harus memiliki sopan santun dan beradab dalam bertutur maupun bersikap. Malu rasanya, seorang Gubernur meledak-ledak dengan kata-kata kasar dan tidak sopan.
Begitu juga dengan “Habib Rizieq”. Kalau melihat videonya, banyak sekali kata-kata kasar dan kotor dan keluar dari lisanya “kurang ajar, biadab”. Kadang istilah “anjing ”juga keluar dari lisannya. Hal ini berkali-kali keluar dari lisannya.
Padahal, mestinya kalimat itu tidak keluar, apalagi memakai jubbah putih, sepatu putih, dan sorban putih, jengot yang panjang. “Kurang ajar, biadab” itu biasanya kata-kata yang keluar dari anak-anak yang tidak mengenal Ahlak. Terhadap Gus Dur sering mencaci maki “Gus Dur buta matanya dan buta hatinya”. Sebagai seorang agamawan, rasanya tidak pantas mengucapkan yang demikian. Kadang, habis mencaci “kurang ajar” tiba-tiba “takber”.
Saat ini umat Islam memerlukan keteladanan, baik dalam bertutur maupun di dalam bersikap. Jangan sampai kata kasar dan kotor keluar, apalagi prilakunya. Itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, apalagi dengan Al-Quran dan sunnah Rosulullah SAW.
  Mestinya, jika percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa “setiap orang merasa, bahwa perkataan “bangsat, kurang ajar” tidak harus keluar dari lisannya, apalagi diliput dan ditonton oleh banyak orang, termasuk anak-anak.  Orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, itu harus merasa bahwa Tuhan senantiasa menyaksikan setiap tingkah laku serta ucapan, dan prilakunya. Dalam hadis Rosulullah SAW itu disebut dengan “Al-Ikhsan”.
Rosulullah SAW telah memberikan keteladanan yang sempurna, baik di dalam bertutur, bersikap kepada siapapun, tak terkecuali terhadap non-muslim. Nabi SAW tidak pernah bersikap kasar dan dan berkata kotor, karena budi pekertinya sesuai dengan Al-Quran. Tidak suka kepada Ahok boleh, tetapi tetap dijaga sikap dan pituturnya. Benci kepada Habib Rizieq juga boleh, tetapi tidak harus mengata-ngatai kasar dan kotor kepada Habib Rizieq. Wong, semua itu satu bangsa, satu nusa, dan satu bahasa Indonesia.
Nah, ketika Habib Rizieq dengan segenap kekasaranya, begitu juga dengan Ahok dengan segenap kekasaranya. Maka, keduanya sulit untuk bertemu, apalagi saling berpelukan untuk saling memaafkan. Kecuali Allah SWT, buka hati keduanya, dan memberikan hidayah kepada Ahok. Sebagaiman ungkapan Ahok “saya ini tinggal mendapat hidayah saja yang belum”. Bagi Allah SWT, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Harapan satu-satunya adalah Jokowi. Tetapi, Jokowi pasti berharap kepada NU dan Muhammadiyah dan MU, karena orang-orang yang duduk dalam tiga organisasi itu sangat pantas sebagai pewaris para Nabi.  Nabi SAW tidak mewariaskan kekasaran, juga tidak mewariskan kata-kata kasar dan kotor, tetapi mewarsikan “budi pekerti yang luhur”.
 Barangkali, tidak ada yang tidak dikecam oleh Rizieq, termasuk Jokowi yang pernah dikatai sebagai “Jokodok”. Tetapi, Jokowi tidak pernah marah, sebagaiman Ahok tersinggung terhadap pernyataan Habib Rizieq. Gus Dur juga pernah di olok-olok, tetapi Gus Dur berjiwa besar.  Jokowi dan Gus Dur sosok pemimpin yang berjiwa itu sabar, dan tidak mudah terpancing. Keduanya juga berasal dari sipil, yang sangat lemah leadershipnya.
Barangkali, Jokowi perlu mempetemukan Ahok dan Habib Rizieq, kemudian keduanya di ajari cara bertutur yang baik dan sabar dan santun di dalam menghadapi masalah. Biarkan, masalah Ahok diproses secara hukum. Kalau memang bersalah hukum Indonesia biarlah bertindak, tidak harus meminta fatwa kepada ulama-ulama Arab Saudi.
Tidak ada satupun masalah yang diselesaikan dengan kasar, kecuali akan melahirkan kekasaran. Tidak satupun problem yang diselesaikan dengan kemarahan, kecuali melahirkan kemarahan baru. Pantas sekali jika Rosulullah SAW menjawab pemintaan seseorang agar memberikan wasiat kepadanya. Kemudian Rosulullah SAW menjawab “jangan marah…nabi mengulang-ulang “jangan marah” (HR Bukhori).
Tanggal 04 Noveber 2016, ujian berat bagi pemerintahan Jokowi. Ketika Jokowi mampu menghadapinya, dan mampu memeberikan solusi terbaik, maka Jokowi akan semakin dicintai rakyatnya. Tetapi yang benci, akan tetap membencinya. Jokowi sudah memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menyampaikan unek-uneknya melalu demonstrasi. Dalam Negara demokrasi sah, bahkan dilindungi. Kecuali bikin onar dan kekacauan.
Ketika Jokowi gagal di dalam mengahadapi ujian berat ini, maka Indonesia akan menghadapi masa-masa suram, baik dalam kondisi keamanan dan kenyamanan, serta perekonomian. Dan tentu saja, rakyat Indonesia tidak menghendaki kondisi demikian. Semoga, berkah dari doa para ulama Indonesia tetap aman, nyaman, dan menjadi pusat peradaban dunia. Kehadiran Habib Umar Al-Khafid bersama Majlis Rosulullah SAW, semoga membawa berkah tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Pada malam jumat, biasanya para ulama-ulama khos, senantiasa munajat kepada Allah SWT dan bersholawat atas Rosulullah SAW. Meminta agar diberikan kebaikan bagi rakyat Indonesia, bangsa Indonesia. Mereka yang ahli sholawatan akan meminta agar supaya bangsa Indonesia mampu menghadapi masa-masa yang sulit dan kembali menjadi bangsa yang besar, tanpa ada lagi caci maki dan kebencian. Yang ada ialah “ Indonesia Negara yang cinta kasih sayang”.

Tidak ada komentar:

.

.
.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...